THAHARAH
DAN SHALAT
DI
S
U
S
U
N
OLEH
M
ILHAM IKHLASUL M
HUKUM
PIDANA DAN KETATANEGARAAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2012
Tugas fiqih ibadah
Kata pengantar
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahirabbilalamin,
banyak
nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji
hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul ”THARAH DAN SHALAT”. Dalam penyusunannya,
penulis
memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan segenap keluarga
besar penulis yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang
begitu besar.
Dari
sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit
kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun
penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,
namun selalu ada yang kurang.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun agar skripsi ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata
penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Makassar, 27 november
2012
Penyusun
Daftar isi
Kata
pengantar………………………………………………………………………………….i
Daftar
isi……………………………………………………………………………………….. ii
BAB I…………………………………………………………………………………..………1
Pendahuluan……………………………………………………………………………...……
.1
Latar
belakang……………………………………………………………………………...…...1
Rumusan
masalah………………………………………………………………………………..1
BAB II…………………………………………………………………………………...……...2
Pembahasan……………………………………………………………………………...……...2
Pengertian
thaharah……………………………………………………………………….……..2
Dasar
hukum thaharah……………………………………………………………………….…..3
Pengertian
shalat…………………………………………………………………………….…...5
Dasar
hukum shalat……………………………………………………………………………...6
BAB III………………………………………………………………………………………….9
Penutup
dan kesimpulan……………………………………………………………………….....9
Kesimpulan…………………………………………………………………………………….
..9
Penutup…………………………………………………………………………………………..9
Daftar
isi………………………………………………………………………………………. ..10
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
1 . thaharah
Setiap sendi kehidupan yang dijalani
manusia mempunyai muatan ibadah di sisi Allah SWT. Di dalam terminologi fiqih.
Ibadah di bedakan menjadi dua macam yaitu ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah.
Ibadah mahdhah adalah ibadah yang mempunyai tata cara tertentu dan
aturan-aturan yang tertentu pula. Sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah
yang tidak di tentukan tata cara dan bersifat umum.
Pada pembahasan tentang ibadah
khususnya shalat – thaharah menempati posisi yang sangat penting dalam
pelaksanaannya karena thaharah adalah syarat mutlak sah dan tidaknya shalat
yang dilaksanakan oleh seorang muslim.
Thaharah secara bahasa berarti nazhafah (kebersihan) atau
bersih dari kotoran baik yang bersifat nyata seperti najis maupun yang bersifat
maknawiyah seperti aib.
Adapun secara syar’I thaharah adalah menghilangkan hal-hal
yang dapat menghalangi kotoran berupa hadast atau najis dengan menggunakan air
dan sebagainya sedangkan untuk mengangkat najis harus dengan tanah.
2 . Shalat
Shalat secara etimologi kata shalat
berasal dari bahasa arab yang berarti do’a. secara terminologi shalat adalah
yang terdiri atas beberapa ucapan dan perbuatan, yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam sesuai dengan syarat dan rukun-rukun yang telah
ditetapkan.
B.
Rumusan masalah
1 . Apa pengertian thaharah ?
2 . Apa dasar hukum thaharah ?
3 . Apa pengertian shalat ?
4 . Apa dasar hukum shalat ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
THAHARAH
Arti disini : hal cara bagaimana mensucikan diri (badan, pakaian, dll) agar boleh sah menjalankan ibadah
Adapun thaharah dalam ilmu Fiqih ialah :
- Menghilangkan Najis
- Berwudlu
- Mandi
- Tayammum
Alat
terpenting untuk bersuci adalah Air
A. MACAM-MACAM AIR
Air yang dapat dipergunakan untuk bersuci itu ada 7 (tujuh) macam :
A. MACAM-MACAM AIR
Air yang dapat dipergunakan untuk bersuci itu ada 7 (tujuh) macam :
- Air Hujan
- Air Sungai
- Air Laut
- Air dari Mata Air (Telaga)
- Air Sumur
- Air Salju
- Air Embun
Ringkasnya
ialah air bersih yang sewajarnya.
B. PEMBAGIAN AIR
Air tersebut diatas itu dapat terbagi menjadi 4 (empat) :
B. PEMBAGIAN AIR
Air tersebut diatas itu dapat terbagi menjadi 4 (empat) :
- Air
suci dan mensucikan, artinya dapat sah dapat digunakan untuk bersuci dan
tidak makruh, air semacam itu ialah air mutlak (muthlag).
Artinya : Air yang sewajarnya, bukan air yang telah bersyarat. air kelapa dan air kopi bukan air mutlak lagi, karena telah bersyarat, keduanya itu suci dan dapat diminum, tetapi tidak dapat sah dipergunakan untuk bersuci seumpama berwudlu atau mandi.
- Air
yang suci tetapi tidak dapat dipergunakan untuk bersuci seumpama wudlu,
mandi dan menghilangkan najis.
Air yang semacam itu : - Air sedikit yang sudah bekas dipakai (musta'mal) dari berwudlu atau mandi.
- Air yang bercampur dengan campuran air suci, umpamanya air kopi, air teh dan sebagainya.
- Air yang suci dan dapat mensucikan, tetapi makruh memakainya, yaitu air yang terjemur(musyammas).
- Air
bernajis (mutannajis)
Air yang bernajis itu ada 2 (dua) macam : - Jika air itu sedikit, kemudian kemasukan najis, maka ia tidak sah dipakai untuk bersuci, dan ia tetap najis hukumnya, baik berubah sifatnya atau tidak.
- jika air itu banyak, (artinya lebih dari 216 liter)
maka apabila kemasukan najis yang terlalu sedikit yang tidak merubah
sifatnya, maka hukumnya tetap suci dan dapat sah dipergunakan untuk
bersuci, tetapi apabila berubah sifatnya (bau, rupa, dan rasanya), maka
tidak lagi dapat (tidak sah) dipergunakan untuk bersuci.
"Air sedikit artinya kurang dari dua kulah (kolam) dan kalau dihitung dengan liter kurang dari 216 liter.
Air banyak ialah air yang lebih dari 216 liter. Dua kulah sama dengan 216 liter. jika berbentuk bak, maka besarnya sama dengan panjangnya 60cm, lebarnya 60cm, dan dalamnya 60cm.
2. DASAR
HUKUM THAHARAH
Disyari’atkannya wudhu ditegaskan
berdasarkan 3 macam alasan.
1. Firman Allah dalam surat
Al-Ma-idah ayat 6:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ
إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى
الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ
“Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu henclak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu
sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua
mata kaki. “
2. Sabda Rasulullah
لا يقبل الله صلاة أحدكم إذا أحدث
حتّى يتوضّأ
“Allah tidak menerima shalat salah
seorang di antaramu bila ia berhadats, sehingga ia berwudhu”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
3. Ijma’.
Telah terjalin kesepakatan kaum
muslimin atas disyari’atkannya wudhu semenjak zaman Rasulullah hingga sekarang
ini, sehingga tidak dapat disangkal lagi bahwa ia adalah ketentuan yang berasal
dari agama.\
KEUTAMAAN WUDHU
Banyak sekali hadits-hadits yang
menyebutkan keutamaan berwudhu, cukup kita sebutkan sebagian di antaranya:
Rasulullah bersabda:
ألا أدلكم على ما يمحو الله به
الخطايا و يرفع به الدّرجات؟ قالوا : بلى يا رسول الله. قال: إسباغ الوضوء على
المكاره و كثرة الخطا إلى المسجد وانتظار الصلاة بعد الصلاة. فذلكم الرباط. فذلكم
الرباط. فذلكم الرباط.
“Maukah aku tunjukkan kepadamu
perbuatan yang Allah akan menghapuskan dosa-dosamu dan mengangkat derajatmu?”
Para sahabat menjawab: “Mau ya Rasulullah.” Nabi menjawab: “Menyempurnakan
wudhu dalam masa keberatan/susah (merasa dingin) dan banyak langkah menuju masjid
serta menunggu shalat demi shalat, itulah ribath* (perjuangan), itulah
perjuangan, sekali lagi perjuangan. “ (HR. Muslim)
* Ribath adalah berjihad dan
berjuang di jalan Allah artinya terus menerus bersuci dan beribadah sama
dilainya dengan berjihad di jalan Allah.
إذا توضّأ العبد المسلم أو المؤمن
فغسل وجهه خرج من وجهه كل خطيئة نظر إليها بعينيه مع الماء أو مع آخر قطر الماء،
فإذا غسل يديه خرج من يديه كلّ خطيئة كان بطشتها يداه مع الماء أو مع آخر قطر
الماء، فإذا غسل رجليه خرجت من كلّ خطيئة مشتها رجلاه مع الماء أو مع آخر قطر
الماء حتّى يخرج نقيا من الذنوب
“Jika seorang muslim atau mukmin
berwudhu, kemudian ia membasuh mukanya, keluarlah dari mukanya semua dosa yang
dilihat dengan matanya bersama air atau tetesan yang terakhir dari air, dan
bila membasuh kedua tangannya, keluarlah dari tangannya tiap dosa yang
disentuh dengan tangannya bersama air atau tetesan yang akhir dari air dan bila
membasuh kakinya, keluarlah semua dosa yang telah dijalani oleh kakinya bersama
air atau tetesan air yang terakhir, hingga ia keluar bersih dari semua
dosa.” (HR. Muslim)
3. PENGERTIAN
SHALAT
Pengertian
Shalat Shalat
secara bahasa berarti berdo’a. dengan kata lain, shalat secara bahasa mempunyai arti
mengagungkan. Sedangkan pengertian shalat menurut syara’ adalah ucapan-ucapan
dan perbuatan-perbuatan tertentu, yang dimulai dengan takbiratul ihram dan
diakhiri dengan salam. Ucapan di sini adalah bacaan-bacaan al-Qur’an, takbir,
tasbih, dan do’a. Sedang yang dimaksud dengan perbuatan adalah gerakan-gerakan
dalam shalat misalnya berdiri, ruku’, sujud, duduk, dan gerakan-gerakan
lain yang dilakukan dalam shalat.
Sedangkan
menurut Hasbi ash-Shiddieqy shalat yaitu beberapa ucapan dan perbuatan yang
dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, yang dengannya kita beribadah
kepada Allah, menurut syarat-syarat yang telah ditentukan.
Yang dimaksudkan shalat dalam penelitian ini adalah tidak hanya sekedar shalat tanpa adanya penghayatan atau berdampak sama sekali dalam kehidupannya, akan tetapi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah shalat fardlu yang didirikan dengan khusyu’ yakni shalat yang nantinya akan berimplikasi terhadap orang yang melaksanakannya. Pengertian shalat yang dimaksudkan lebih kepada pengertian shalat menurut Ash Shiddieqy dari ta’rif shalat yang menggambarkan ruhus shalat (jiwa shalat); yaitu berharap kepada Allah dengan sepenuh jiwa, dengan segala khusyu’ dihadapan-Nya dan berikhlas bagi-Nya serta hadir hati dalam berdzikir, berdo’a dan memuji.
Inilah ruh atau jiwa shalat yang benar dan sekali-kali tidak disyari’atkan shalat karena rupanya, tetapi disyari’atkan karena mengingat jiwanya (ruhnya).
Khusyu’ secara bahasa berasal dari kata khasya’a-yakhsya’u-khusyu’an, atau ikhta dan takhasysya’a yang artinya memusatkan penglihatan pada bumi dan memejamkan mata, atau meringankan suara ketika shalat. Khusyu’ secara bahasa juga bisa diartikan sungguh-sungguh penuh penyerahan dan kebulatan hati; penuh kesadaran hati. Arti khusyu’ itu lebih dekat dengan khudhu’ yaitu tunduk, dan takhasysyu’ yaitu membuat diri menjadi khusyu’. Khusyu’ ini dapat terjadi baik pada suara, badan maupun penglihatan. Tiga anggota itulah yang menjadi tanda (simbol) kekhusyu’an seseorang dalam shalat.
Khusyu’ menurut istilah syara’ adalah keadaan jiwa yang tenang dan tawadhu’ (rendah hati), yang kemudian pengaruh khusyu’ dihati tadi akan menjadi tampak pada anggota tubuh yang lainnya. Sedang menurut A. Syafi’i khusyu’ adalah menyengaja, ikhlas dan tunduk lahir dan batin; dengan menyempurnakan keindahan bentuk/sikap lahirnya, serta memenuhinya dengan kehadiran hati, kesadaran dan pengertian (penta’rifan) segala ucapan bentuk/sikap lahir itu.
Jadi secara utuh yang dimaksudkan oleh penyusun dalam judul penelitian ini adalah mengatasi persoalan-persoalan yang berhubungan dengan psikis sehari-hari seperti masalah rumah tangga, perkawinan, lingkungan kerja, sampai masalah pribadi dengan membiasakan shalat yang dilakukan dengan khusyu’. Dengan kata lain dalam penelitian ini akan dibahas tema shalat sebagai mediator untuk mengatasi segala permasalahan manusia sehari-hari yang berhubungan dengan psikis, karena shalat merupakan kewajiban peribadatan (formal) yang paling penting dalam sistem keagamaan Islam.
4. DASAR
HUKUM SHALAT
Shalat,
kalimat yang sangat akrab bagi umat Islam. Shalat bukan hanya kewajiban bagi
umat Islam tetapi juga kewajiban bagi seluruh umat manusia,
demikian firman Allah di: Qs Ali Imran ; 39, “ Zakaria melaksanakan
shalat ”, Qs Maryam ; 31, “ perintah kepada Nabi Isa mendirikan shalat
”, Qs Luqman ; 17, “ Luqman berkata kepada anaknya untuk mendirikan shalat
”. Allah telah menentukan cara shalat bagi masing-masing umat dan makluk
ciptaan Nya, Allah berfirman: “…Allah : kepada-Nya bertasbih apa yang di
langit dan di bumi dan burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing
telah mengetahui cara shalat dan tasbihnya,…”. Qs An Nur ; 41. Saat ini
umat Islam mengenal ada 2 macam shalat yaitu: shalat wajib (Isya’, Subuh,
lohor, Ashar, Magrib) dan shalat sunnah (tahiyatul masjid,
taraweh, tahajud, ied dan masih sangat banyak lagi). Benarkah shalat itu
seperti yang dipahami umat Islam saat ini? Dan apa dasar hukumnya? Untuk itu
marilah kita melihat dan memutuskan perkara tentang shalat tersebut berdasarkan
petunjuk Allah di dalam Al Qur’an, sesuai perintah Nya di Qs Al Baqarah ; 2: ”Kitab
(Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yg bertakwa
”; dan dipertegas di dalam Qs Al Maidah ; 48, “Dan Kami telah turunkan
kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yg sebelumnya
yaitu kitab-kitab dan batu ujian terhadap kitab- kitab yg lain; maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yg Allah turunkan dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yg telah datang
kepadamu…..”.
Firman-firman
Allah yang memerintahkan umat Islam untuk mendirikan shalat antara lain:
- Qs Al Baqarah ; 2, 3, “…. mereka yang bertaqwa”. “ yaitu mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat…”.
- Qs Taha ; 14, “ Sesungguhnya Aku ini adalah Allah tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku ”.
Dasar
hukum shalat bagi umat Islam, Allah berfirman: “Maka apabila
kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah diwaktu berdiri, diwaktu
duduk dan diwaktu berbaring. Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban
yang ditentukan waktunya atas orang – orang yang beriman“. Qs An Nisa ;
103.
Ketentuan
waktu shalat bagi umat Islam adalah “Dan dirikanlah shalat pada kedua tepi
siang dan pada sebagian permulaan malam…. ”.Qs Hud
; 114, serta dipertegas di firman yang lain “Dirikanlah shalat dari sesudah
matahari tergelincir sampai gelap malam dan subuh”.
Qs Al Isra’ ; 78. Maka diperintahkan kepada umat Islam “Peliharalah segala
shalat (mu) dan peliharalah shalat wusta ….“.Qs Al
Baqarah ; 238 ; serta menunaikan shalat pada hari Jum’at “Hai orang-orang yg
beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari jum’at, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah “.Qs Jumu’ah ; 9.
Kesimpulan
: Hakikat shalat adalah mengingat / menyembah Allah (Tuhan
Yang Maha Esa). Allah telah menentukan cara shalat bagi tiap-tiap umat dan
semua makluk ciptaan Nya. Shalat adalah kewajiban yang ditentukan waktunya bagi
orang-orang yang beriman. Waktu shalat bagi umat Islam yaitu pada kedua tepi
siang /sesudah matahari tergelincir (Lohor, Ashar) dan pada permulaan malam /
gelap malam (Magrib, Isya) serta Subuh. Allah hanya mensyariatkan dan
mewajibkan shalat lima waktu / syariat (Isya’, Subuh, lohor,
Ashar, Magrib) dan shalat Wusta / hakikat serta shalat Jum’at
sebagai pengganti shalat Lohor. Adapun rukun shalat telah ditentukan
Allah di Qs An Nisa ; 43, Qs Al maidah ; 6, “wudhu /tayamum sebelum shalat”,
Qs Al Isra ; 110, “menyeru Allah di waktu shalat dengan suara sedang”,
Qs An Nisa ; 101,” menqasar shalat ”. Tata cara serta bacaan dalam
shalat adalah sesuai dengan ajaran (as sunnah) Nabi Muhammad.
Shalat
sunnah, Allah berfirman “Dan pada sebagian malam hari
tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu…”.Qs Al Isra ; 79.
Pada umumnya umat Islam mengartikan / menafsirkan firman Allah tersebut dengan
perintah shalat malam / shalat tahajud. Allah menjelaskan ibadah tahajud di
dalam Qs Al Muzzamil ; 2 – 8, yaitu “ perintah bangun pada tengah malam
untuk membaca Al Qur’an dan berzikir“. Allah juga melarang umat Islam
menshalati jenazah, Allah berfirman “Dan janganlah kamu sekali-kali
menyembahyangkan seorang yang mati diantara mereka dan janganlah
kamu berdiri berdoa di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah
dan Rasul Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik“. Qs At Taubah ; 84.
Peringatan dan larangan menshalati jenazah tersebut sekaligus menegaskan kepada
umat Islam bahwa shalat itu hanyalah yang telah ditentukan oleh Allah waktunya
di dalam Al Qur’an. Allah sekali-kali tidak pernah mensyariatkan adanya shalat
sunnah ataupun shalat-shalat lainnya, semua itu adalah bid’ah (mengada –
adakan) dan perbuatan kekafiran, Allah berfirman : “Allah sekali-kali tidak
pernah mensyari’atkan adanya bahiirah, saaibah, washiilah dan haam. Akan tetapi
orang-orang kafir itu membuat-buat kedustaan terhadap Allah dan kebanyakan
mereka tidak mengerti”. “Apabila dikatakan kepada mereka: ”Marilah
mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul”. Mereka menjawab:
“Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya”. Dan
apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang
mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak mendapat petunjuk?” Qs Al
Maidah ; 103 ,104. Ibadah umat Islam telah ditentukan / diatur Allah di
dalam Al Qur’an. Dalam beribadah umat Islam dilarang memilih-milih ayat mana
yang disukai dan dilarang beribadah sekehendak hatinya, demikian firman
Allah di Qs Al Qalam ; 35 – 39.
Dimanapun
sejarah di dunia ini selalu disesatkan oleh manusia demi kepentingan pribadi /
politik / golongan. Nabi Muhammad adalah seorang hamba yang taat kepada Allah
sangat tidak mungkin beliau mengada-adakan perkataan / amalan ibadah selain
yang telah di tetapkan Allah di dalam Al Qur’an, sesuai janji Allah “ Seandainya
dia mengada-adakan sebagian perkataan atas Kami,”. “ niscaya benar-benar Kami
pegang dia pada tangan kanannya”. “Kemudian benar-benar Kami potong urat tali
jantungnya”. “Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat
menghalangi Kami” . Qs Al Haqqah ; 44 – 47. Allah memerintahkan kepada umat
Islam untuk beriman dengan ajaran (as sunaah) Nabi Muhammad yaitu tata cara
dalam melaksanakan shalat, zakat, puasa dan haji; jika terjadi perbedaan dalam
melaksanakan ajaran Nabi Muhammad hal itu tidak menjadi suatu permasalahan /
dosa. Perbedaan itu pada umumnya adalah dalam hal bacaan. Dan Allah
memerintahkan untuk beriman (yakin & percaya) kepada Al Qur’an, menjadikan
Al Qur’an sebagai petunjuk dan taat dengan ayat-ayat di dalamnya, inilah maksud
dari firman Allah “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan
berimanlah kepada Rasul Nya niscaya Allah memberikan rahmat Nya kepadamu …”.Qs
Al Hadid ; 28. Itu karena Allah lah yang menjaga kebenaran dan kemurnian Al
Qur’an, Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami lah yang menurunkan Al Qur’an
dan sesungguhnya Kami benar- benar memeliharanya “.Qs Al Hijr ; 9.
Peringatan
Allah bagi umat Islam yang beriman, “Telah sempurnalah kalimat
Tuhanmu sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah
kalimat-kalimat Nya…”. “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-
orang di muka bumi ini niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.
Mereka itu tidak lain hanyalah mengikuti persangkaannya belaka dan tidak
lain hanyalah berdusta”. Qs Al An’am ;115, 116
BAB
III
KESIMPULAN
DAN PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Thaharah adalah bersih dari kotoran atau mensucikan
diri
2.
Shalat adalah ibadah yang terdiri atas beberapa ucapan
dan perbuatan yang dimulai dengan takbir yang diakhiri dengan salam
B.
PENUTUP
Agama
Islam sangat memperhatikan masalah thararah karena dalam ilmu fiqih poin
pertama yang dijumpai adalah masalah thaharah. Shalat, adalah tiang agama
karena tanpa shalat berarti kita sama saja meruntuhkan agama. Ibarat rumah,
kalau tidak ada tiangnya tentu akan runtuh.
Semoga makalah ini sangat bermanfaat
bagi kita semua. Jika terdapat kesalahan harap dimaklumi, karena manusia tidak
pernah luput dari kesalahan.
DAFTAR ISI
Al-Jazairi Abu Bakr Jabir. 2000.
Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim. Darul Falah.
Jakarta.
Rifa’I Muh. 1976. Risalah Tuntunan
Shalat Lengkap. PT. Karya Toha Putra.
Semarang
Sakka Ambo. 1996. Modul Pendidikan
Agama Islam. MKU Universitas Hasanuddin.
Makassar
Sumaji Muh Anis. 2008. 125 Masalah
Thaharah. Tiga Serangkai. Solo
www.google.com. Diakses 17 September 2009
www.imajinasipendidikan.blogspot.com. Diakses 17 September 2009
www.wikipedia.com. Diakses 17 September 2009
TQ bro,,,,:) sangat membantu,,,,,
BalasHapus